Hal-Hal Berbahaya (Ikatan Darah Buku 3)

Tekst
0
Recenzje
Przeczytaj fragment
Oznacz jako przeczytane
Czcionka:Mniejsze АаWiększe Aa

Bab 2

Anthony melangkah tanpa henti sepanjang lantai marmer ruang kerjanya. Dia mengacak rambut hitamnya dalam frustasi dan kemarahan. Dia tahu dia kehilangan kendali saat membunuh Arthur dan sekarang dia akan kehilangan kesempatan untuk mengikat Jewel sebagai pasangannya … meskipun itu tidak akan menghentikannya.

Dia berharap situasinya tetap tenang … namun ketika Arthur mengungkit ayah Anthony, bagian manusia serigala di dalam dirinya lepas kendali. Sekarang dia dipaksa untuk menggunakan paksaan lain terhadap pengantin culikannya. Masalah satu-satunya adalah, dia harus menemukannya terlebih dahulu.

Seseorang mengetuk pintu dan Anthony berhenti melangkah cukup untuk meluruskan rambut dan pakaiannya. Dia adalah pemimpinnya, dan dengan itu ada sebuah standar kesopanan.

“Masuk,” panggilnya dengan nada dingin.

Pintu terbuka dan salah satu serigalanya melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya.

“Apa yang kamu temukan?” tanya Anthony.

Anggota kawanan tersebut tampak sangat gugup dan menjernihkan tenggorokannya. “Saya tetap tinggal seperti yang Anda perintahkan untuk melihat apakah pendeta kembali ke gereja. Saya tidak berada di sana jauh ketika neraka jebol di gereja dan pemakaman di belakangnya. Orang-orang bermunculan, kebanyakan muncul entah dari mana.” Dia berhenti dan menelan ludah dengan gugup sebelum menambahkan, “Itulah ketika saya menyadari Jewel bersama dengan mereka.”

“Lalu dimana dia?” tanya Anthony semakin mendekat dengan langkah cepat. “Mengapa kamu tidak membawanya kembali bersamamu?”

Serigala tersebut mundur dengan rasa panik yang tampak di matanya karena tahu bahwa membawa kabar buruk kepada pemimpin bukanlah suatu hal yang baik. “Saya tidak bisa,” dia bergidik.

Tangan Anthony tiba-tiba meluncur dan mencekik anak buahnya, mengangkatnya ke udara. “Kamu seorang manusia serigala. Mengapa tidak membawanya saja?”

“Dia dikelilingi oleh manusia jadi-jadian … mereka terlalu banyak,” serigala tersebut menjelaskan, mengangkat kedua tangannya mencoba melonggarkan tekanan di sekitar tenggorokannya.

Tangan Anthony mengencang dan matanya berubah warna menjadi emas yang menakutkan. Kakaknya telah kembali dari Italia, dia yakin akan hal itu. “Apakah aku tidak mengajarimu cara melawan kawanan lain sendirian? Kakakku seharusnya tidak bisa mengimbangimu.” Itu bohong. Serigala itu mungkin akan terkapar di suatu got jika dia berani menantang Andreas Valachi.

“Bukkkkkaaaan Sssserigggalaaa,” bawahannya tersengal sembari mencoba bernafas.

Anthony langsung mengarahkan perhatiannya kembali ke orang yang dia cekik dan melepaskan tangannya, menyadari dia hampir membunuhnya. “Siapa kalau begitu?” tuntutnya dengan berusaha menekan amarah di dalam suaranya.

Serigala tersungkur ke lantai mencoba bernafas kembali. Dia berlutut dengan tangan dan lututnya sebelum menurunkan kepalanya ke lantai marmer yang dingin. Dia menunjukkan punggung lehernya menunjukkan penyerahan diri terhadap pemimpinnya dan berharap lari ketika memiliki kesempatan.

“Kucing… aku mencium bau kucing,” katanya setelah beberapa detik, “Singa gunung dan jaguar... mereka ada banyak.” Dia mengangkat kepalanya dan melihat mata Anthony menyipit mengancam. Dia segera menambahkan, “Ada seorang singa gunung yang membayangi setiap langkahnya. Tempat itu dipenuhi dengan vampir juga. Sebagian gereja meledak, lalu muncul mobil polisi.”

Anthony berdiri di sana mencoba menguasai amarahnya yang membesar. Bagaimana pun juga, semakin lama di berdiri di situ, semakin kesal dia. Rencananya untuk menarik pasangan buronannya telah gagal berulang kali baik karena ulahnya sendiri atau tindakan gegabah bawahannya.

Dia memberi isyarat agar pengawal pribadinya mendekat. “Bawa dia ke ruang bawah tanah supaya dia bisa direbus karena kegagalannya.”

Serigala tersebut berlutut dan menampakkan ekspresi memohon di wajahnya. Dia telah mendengar cerita tentang ruang bawah tanah dan apa yang ada di dalamnya. Beberapa manusia serigala yang bertahan dari siksaan memiliki luka permanen di badannya sebagai penanda bagi yang lain. Dia merengek menyedihkan ketika lengannya ditarik oleh para penjaga dan menyeretnya di atas kakinya.

Para penjaga tidak melihat wajahnya juga tidak mengatakan apapun untuk menenangkan atau menghina. Jika mereka boleh berkehendak, mereka akan membiarkannya pergi. Bagi mereka, Nona Jewel memiliki setiap alasan untuk kabur dari pemimpin mereka. Dia tidak bahagia dan, terlepas dari usaha terbaik Anthony, tidak akan pernah mencintainya. Hidup seperti ini, makmur karena kemalangan orang lain bukanlah cara sesungguhnya yang dianut manusia serigala … itu adalah cara Mob.

Pada satu waktu, mereka telah melindungi umat manusia dari kejahatan yang mengancam untuk mengambil alih dunia. Sekarang, dengan pengecualian beberapa suku yang berada di seluruh Amerika Serikat dan luar negeri, mereka sendirilah kejahatan itu. Tidak heran para manusia membuat film yang menggambarkan mereka seperti anjing gila penyebab kematian dan kehancuran.

Anthony mengikuti para penjaganya turun ke ruang bawah tanah dan menyeringai ketika manusia serigala muda itu merintih dalam hening. Ruang bawah tanah itu telah diubah menjadi sebuah ruang besar penyiksaan bawah tanah yang luasnya beberapa ribu kaki persegi. Rantai tergantung dari dinding yang berhadapan dengan belenggu untuk menggantung seseorang terbalik menghadap lantai yang dingin.

Di sebelah kanan terdapat sebuah meja yang penuh dengan cambuk dan pecut kuda dalam berbagai macam ukuran. Sebuah kuali untuk menampung api membara berisi beberapa besi untuk memberi cap, yang jarang digunakan Anthony. Dan terakhir, di ujung tembok terdapat beberapa sel berisi para tahanan.

Beberapa manusia serigala bergerak sepanjang bayangan menyiapkan beberapa perangkat untuk tamu spesial dimana Anthony cukup beruntung mendapatkannya beberapa minggu yang lalu. Mereka berhenti dan menyaksikan penuh penasaran ketika pemimpin mereka memasuki ruangan dengan penjaganya dan seorang serigala baru untuk didisiplinkan.

Anthony mundur ketika para penjaganya membelenggu serigala muda ke tembok dan menyingkir setelah selesai melakukannya

“Apa yang Anda ingin kami lakukan, Tuan Anthony?” tanya manusia serigala tertua.

“Aku ingin kamu memastikan untuk memberi pelajaran kepada yang satu ini, Boris,” jawab Anthony. “Dia gagal membawa kembali pengantinku dan dia harus belajar bahwa kegagalan tidak bisa ditolerir.”

Boris melihat bocah itu dan menarik nafas. “Dia hanya seorang bocah.”

“Maka dia akan belajar lebih dini,” ujar Anthony tanpa emosi.

Boris mengangkat tangan penuh bekas luka dan melambaikannya ke dua manusia serigala lainnya. Mereka mendekat dan merobek baju serigala muda. Boris mengambil salah satu cambuk, sebuah cemeti, dan memecutnya di udara. Serigala yang terbelenggu tersentak sehingga membuat Anthony menyeringai.

Boris berdiri sekitar lima kaki di belakang korbannya dan memecutnya. serigala muda menjerit ketika cambuk mengenai punggungnya. Jeritan berlanjut ketika Boris menyerang sekali lagi pada kulit yang masih mulus Akhirnya, dia berhenti dan manusia serigala lainnya melangkah maju dengan mangkuk besar berisi garam. Teriakan tersiksa terdengar kembali ketika garam dilemparkan ke luka yang terbuka itu.

Serigala muda terpuruk ke tembok dan mengira siksaan telah selesai, hanya untuk menjerit kembali ketika pecutan dimulai kembali … hanya saja kali ini ditambah dengan dua cambuk baru.

Anthony mengangkat tangan kanannya sehingga dia bisa melihat dengan baik dan mengerutkan kening ketika menyadari bahwa dia harus memotong kukunya lagi. Mengangkat bahu, dia membalik badan dari penyiksaan dan mendekati sel terjauh di ujung ruang bawah tanah. Sebuah senyum tersungging di wajahnya ketika terdengar rantai berat terguncang.

Pria di dalamnya tiba-tiba berdiri dan mengejan dari belenggunya mencoba meraih Anthony.

Mood buruk Anthony tiba-tiba menguap melihat pria di dalam sel itu. Senyumnya melebar karena memikirkan cara untuk mendapatkan Jewel kembali ke pelukannya dan melepasnya dari para singa gunung yang bersamanya.

“Aku bersyukur hanya menembakmu sekali Micah… Aku belum selesai menggunakanmu.”

*****

Tabatha melihat sekeliling apartemennya tempat dia berbagi dengan dengan Kriss dan gemetar. Biasanya dia tidak keberatan sendirian namun untuk banyak alasan, malam ini sangat sulit dilalui. Dia melihat keluar jendela ketika mendengar suara dan mengira Kriss telah pulang. Dia kira dia baik-baik saja ketika Envy dan Devon menurunkannya di rumah saat hendak ke tempat Chad, namun sekarang dia sadar betapa dia sangat memerlukan teman.

Envy telah bertanya apakah dia mau mengikuti mereka seandainya Envy memerlukan usaha teman untuk menangani kakaknya. Namun, Tabby mengira mungkin Kriss akan segera pulang dan dia ingin bertanya apa yang terjadi, jadi dia menolak tawarannya … sekarang dia berharap tidak melakukan itu.

Memikirkan tentang Kriss membuatnya memikirkan Dean dan bagaimana dia akan bertindak di gereja. Dia tetap dapat melihat wajahnya ketika melihat Kane.

Tabatha menggeleng kepalanya ketika wajah Kane muncul di pikirannya dalam usaha untuk mengabaikannya. Melihatnya terbaring di sana telah menarik sesuatu yang dalam pada hati dan jiwanya. Dia tidak mengerti namun, memikirkan lelaki itu sekarat membuatnya ingin bergulung.

“Kuatkan dirimu,” bisiknya memecah keheningan. “Yang kamu perlukan adalah gangguan.”

Dia mengangkat telepon dan memutuskan untuk menelepon Jason di kantornya untuk mencari tahu apakah ada sesuatu tidak beres yang terjadi sejak Kriss mengajaknya menjauh ke Florida.

 

Telepon berdering tiga kali sebelum diangkat.

“Forest Preserve, Officer Fox di sini,” balas sebuah suara seksi.

“Hai Jason, ini Tabby.” dia tersenyum untuk pertama kalinya sejak memasuki pintu depan.

“Tabby?” teriak Jason dan dia mendengar sesuatu yang jatuh, kemungkinan kursi karena dia biasanya bersandar di situ pada sudut berbahaya dengan dua kaki. “Kemana saja kamu?”

“Kriss agak menculikku dan Envy dan membawa kami ke Florida selama beberapa hari.” jawab Tabby. “Aku baru saja pulang dan berpikir untuk menelepon dan mencari tahu apa yang sudah kulewatkan.”

Jason menghela nafas, “Selain hal-hal aneh yang normal, kamu tidak melewatkan banyak hal. Satu-satunya hal menarik yang terjadi adalah malam ketika kami mendapatkan panggilan dari pekerjaan berat.”

Tabby menyeringai dan duduk di sofa. “Ceritakan soal itu!”

“Jacob dan saya baru saja duduk, malam itu terasa lambat, dan telepon berdering. Aku mengangkatnya dan orang ini bercerita tentang melihat seekor jaguar mengejar seekor singa gunung di sepanjang kota dengan sebuah ponsel tersangkut di salah satu kakinya.”

Tabatha tidak bisa menahan diri dan mulai tertawa. Jika dia berada di posisi Jason beberapa minggu yang lalu, dia akan memikirkan hal yang sama. “Oh sial,” serunya.

“Ceritakan tentang itu,” ucap Jason cekikikan. “Jacob dan aku bertaruh apakah akan ada pesan teks soal hal itu ketika mereka menemukan makhluknya.”

“Kamu yakin tidak sedang minum ramuan khusus Kat?” tanyanya dalam tawa.

“Aku tidak minum pada jam kerja!” seru Jason dan Tabatha mendengar tawa Jacob di balik itu. “Jadi kapan kembali bekerja?”

Tabatha mengangkat bahu, “Aku belum tahu. Aku perlu beberapa hari lagi dan aku masih bisa menghabiskan hari libur.”

“Baiklah, kami merindukanmu. Rasanya tidak sama tanpa adanya wajah cantik untuk mencerahkan tempat ini. Yang kumiliki sekarang hanyalah Jacob, dan tidak banyak yang bisa dilihat darinya.”

“Aku merindukan kalian juga,” ujar Tabatha, dan dia bersungguh-sungguh “Kita akan bersama kembali dalam beberapa hari.”

Jason terhenyak untuk beberapa saat dan insting Tabatha tahu apa yang akan keluar berikutnya. “Bagaimana Envy?”

“Dia juga baik-baik saja. Sama sepertiku, dia hanya memerlukan beberapa hari liburan.” Dia menggigit bibir bawahnya ketika terjadi beberapa keheningan sesaat.

“Benarkah?” tanya Jason.

“Apanya yang benar?” tanya Tabatha mencoba berpura-pura tidak tahu.

“Benarkah Envy berkencan dengan Devon Santos?” buku jari Jason berubah putih karena menggenggam telepon sedikit lebih kuat.

Tabatha menghela nafas, dia tahu ini akan sangat melukai Jason, namun sebenarnya sebagian kesalahan ada pada dirinya. Seseorang yang manis tidak seharusnya terikat terlalu lama pada satu orang gadis yang hanya menganggapnya sebagai sahabat dan kakak.

“Ya, benar.” ujar Tabatha lembut. “Aku tahu dia tidak bermaksud menyakitimu. Dia mencintaimu … tahu.”

Jason menghela nafas pelan dan Tabatha merasa prihatin akan dirinya. Dia telah sekian lama mengejar Envy karena hanya gadis itu satu-satunya yang menarik perhatiannya. Sekarang dia jauh berada di luar jangkauan namun Tabatha tidak akan memberitahunya. Itu tugas Envy.

“Aku tahu dia tidak bermaksud begitu,” ujar Jason setelah beberapa saat. “Kurasa seharusnya aku telah menyadarinya ketika dia bahkan tidak menyadari saat aku menggodanya.”

“Dia menyadarinya, Jason,” ujar Tabatha. “Dia hanya merasa itu akan mencemari hubungan persahabatan kalian.”

Jason bergumam, “Ya, kurasa akan begitu namun kamu tidak bisa menyalahkan seorang pria yang bermimpi, bukan?”

“Aku bisa menyalahkanmu untuk banyak hal,” Tabatha mendengar Jacob berkata di baliknya.

“Kamu sebaiknya diam,” geram Jason sambil bercanda dan Tabatha mendengarnya menghempaskan kaki kursi kembali ke posisinya. “Tabatha, Aku akan menghubungimu nanti. Anak-anak di sini telah memututskan untuk melempariku dengan gumpalan kertas.”

Tabatha terkikik dan menganggukkan kepala, “Baiklah, kita akan bicara lagi nanti.”

Dia menutup telepon dan duduk beberapa saat sebelum mengembalikan telepon ke charger. Setelah melihat kembali sekelilling apartemen, itu tidak begitu kelihatan kesepian sekarang. Jason akan memerlukan persahabatan dengannya lebih dari apapun dan merasa diperlukan membuatnya jauh lebih stabil.

Berdiri lalu meregangkan lengannya di atas kepala, dia berjalan turun ke kamarnya. Dia melepaskan busana lalu mengenakan celana pendek dan tank top sebelum membenamkan diri ke ranjangnya yang sejuk dan nyaman.

Kali ini dia tidak mencoba menghentikan pikiran yang ada di benaknya dan mulai tertidur. Lagipula, dia perlu mengartikannya dan itu tidak akan pergi dari benaknya hingga dia bisa … jadi mengapa melawannya? Dia tenggelam ke dalam kegelapan tidur memandangi sepanjang gereja dan masuk ke dalam mata Kane.

*****

Jewel melangkah menuju kamar Steven. Langannya tersilang di atas dada dan dia mulai menggigit kuku tangannya, sesuatu yang sudah lama tidak dilakukan sejak dia masih kecil.

“Ini salahku,” ujarnya lembut mencoba menghilangkan bayangan ayahnya yang disalibkan di atas altar gereja yang telah dikunjungi hampir seumur hidupnya. Sudah berapa kali dia berdoa di sana tepat dimana ayahnya meninggal? Dia tahu Anthony sinting namun itu sadis.

Steven menyaksikan wanita itu mondar-mandir dan dapat melihat bibirnya komat-kamit mengikuti pikirannya. Dia meraih tangannya mencoba untuk menenangkan dirinya. “Jewel, tidak satu pun dari ini adalah kesalahanmu.”

Dia meyipitkan mata ke lengannya kemudian menatapnya tajam. “Kamu separuh benar. Kesalahanmu hampir sama banyaknya dengan diriku. Dan sekarang setelah Daddy mati, aku tidak harus menikahi Anthony dan aku juga tentu saja tidak harus menikahimu.”

Jewel memalingkan diri hingga lengan pria itu terlepas. Hal terakhir yang diperlukannya sekarang ini adalah dibebaskan dari dosa-dosanya … dia sangat bersalah. Dia telah memberikan paku kepada Anthony untuk mensalib ayahnya sendiri.

Steven tidak akan mengakuinya namun kalimat dari wanita itu menyengatnya sangat dalam. Dia merespon dengan satu-satunya cara yang dia tahu pada titik ini karena dia jelas sekali tidak ingin mendengar kalimat yang mendorong atau hal-hal baik.

“Apakah kamu benar-benar mengira Anthony akan berhenti mengejarmu hanya karena dia membunuh ayahmu?” teriak Steven. Dia tahu dia benar dan bahwa wanita itu tidak akan mendengarnya.

“Dia membunuh ayahku … Aku berdansa dengan setan karena ingin ayah selamat dan hidup. Jika Anthony berani mendekatiku sekarang, Aku akan meledakkan kepalanya.” Jewel merasa sangat aneh. Itu seperti dia sangat tenang di luar, namun bergetar hebat di dalam.

Dia telah menangis berjam-jam namun kemarahan telah menenangkannya. Dia telah cukup membuang air mata. Sekarang waktunya untuk mengambil alih kembali hidupnya. Dia telah merencanakan jebakan untuk Anthony dan dia berdoa Steven benar … bahwa Anthony akan mendatanginya, karena dia telah siap.

“Aku tidak bisa membiarkanmu pergi,” ujar Steven. Jika dia tidak mau melindungi dirinya sendiri, maka sebagai pasangannya … dia harus melakukan itu untuknya. Dia melihat mata merahnya terpaut dengan matanya sendiri.

“Maka kamu tidak lebih baik dari Anthony dan aku akan membencimu sepanjang sisa hidupku,” katanya keras kepala. Dia ingin Steven marah kepadanya, melemparnya dan cuci tangan dari masalah. Jika dia melakukan itu … maka mungkin Anthony tidak akan membunuhnya seperti yang dilakukan terhadap ayahnya. Dia tidak ingin disalahkan untuk kematian apapun lagi kecuali kematian Anthony… dia akan senang hati disalahkan akan itu.

Steven menatapnya selama semenit lalu menuju pintu yang terbuka dan berdiri di sampingnya. “Silahkan kalau begitu. Aku menawarkan diri untuk melindungimu dan kamu ingin terus melaju? Silahkan, dan mari kita lihat seberapa jauh yang bisa kamu capai akan sesuatu yang kamu sendiri bahkan tidak paham cara membunuhnya.” Steven tersenyum jahat kepadanya, “Asal kamu tahu, film-film itu cuma omong kosong belaka.”

“Aku rasa kamu tahu!” Jewel berteriak balik dan mulai maju beberapa langkah. Mengapa dia tetap ingin menolongnya? Tidakkah dia mengerti kalau dia akan terbunuh?

Steven menutup matanya dan memalingkan muka. “Ya, aku tahu… benarkan?” dia mengejek lalu melihat kembali ketika Jewel mencoba melewatinya. Dengan panik, Steven menangkap pinggangnya dan menariknya mendekat, “Sial, tunggu!” dia menyerah.

Jewel mulai menggeliat sehingga dia semakin menariknya erat ke dadanya. “Jika kamu ingin menghadapinya maka baiklah, namun kamu tidak bisa melakukan itu sendiri. Biarkan kamu membantumu.”

Jewel mendorong dadanya sehingga dia bisa melihat wajahnya. “Mengapa? Supaya kamu juga bisa digantung di salib?” Dia ingin menjerit karena pemandangan itu muncul lagi di benaknya. “Aku tidak ingin itu terjadi.”

Dia tidak yakin apa yang dirasakannya terhadap Steven namun memikirkannya mata seperti itu membuatnya merasa seperti ditusuk tepat di dadanya. “Jika kamu membiarkanku pergi sekarang, maka dia tidak memiliki alasan untuk mengejarmu.” Dia mencengkram bagian depan kemejanya dengan tangan kecilnya. “Kamu akan selamat … dan hidup.”

“Dia tetap akan mengejarku,” ujar Steven lalu menyusuri jarinya pada tanda kawin yang dipasangnya. Dia tersenyum lembut ketika merasakan Jewel bergidik karena sentuhannya. “Seperti yang kukatakan, ini adalah kehidupan yang sesungguhnya. Jika kamu kembali kepadanya dan dia melihat tanda kawin ini, dia akan mengejarku terlepas dari apapun yang kamu katakan atau lakukan.”

Jewel bersandar pada kehangatan solid yang ditawarkannya dan menutup matanya. Dia merasakan amarahnya memudar dalam rasa aman di pelukannya dan ingin menghentakkan kaki dalam frustrasi. Kesedihan karena kehilangan ayah mulai merasukinya kembali namun dia tidak ingin menangis.

Steven memeluk Jewel menenangkan. Dia tidak bisa menyalahkan dirinya akan tindakannya itu. Jika Anthony baru saja membunuh ayahnya, maka tidak satupun upaya di dunia ini atau alam lain yang mampu menahannya.

“Dengar, bagaimana kalau begini?” tanyanya sembari sedikit memundurkan badan dan mengangkat kepalanya agar menghadap dirinya. “Kami akan mengadakan pertemuan pagi ini dan semua orang akan hadir. Kami akan membantumu memikirkan sesuatu yang lebih baik daripada hanya menyerahkanmu kepadanya. Yang mana pun, dengan kami maka kamu akan memiliki pasukan pendukung. Tanpa kami, kamu akan menghadapi pasukan para manusia serigala dan apapun yang kamu lakukan… Anthony akan mendapatkanmu.” Dia mengusap pipinya dan menatap matanya, “Dan aku tidak ingin Anthony memilikimu.”

Jewel menurunkan kepalanya kembali ke dada Steven dan menarik nafas panjang dan gemetar. Dia benar. Dia tidak ingin berada dekat dengan monster itu setelah apa yang telah dilakukannya. Dia menekankan telinganya ke dada Steven mendengarkan detak jantungnya yang kuat dan mantap. Sudah berapa kali dia menyelamatkan dirinya dari vampir, dari Anthony, dan sekarang dari kebodohan dirinya sendiri?

“Apakah kamu akan menahanku malam ini?” bisik Jewel mengetahui bahwa jika dia melepaskannya, horor beberapa jam terakhir akan kembali menghantuinya. Dia kembali menatap matanya. Bibirnya terbuka penasaran saat semburan panas mengalir di dalam tubuhnya.

Bagaimana dia bisa menenangkan amarahnya dan membuatnya bergairah pada saat yang bersamaan? Dia segera memalingkan muka karena tidak kebingungannya terbaca.

Tanpa menjawab, Steven menggendongnya, menendang menutup pintu dengan kakinya, dan bergegas kembali ke kamar dan meletakkannya di tepi ranjang. Mencopot sepatunya, dia pun segera melepaskan pakaiannya dan mencumbuinya. Dia mendengar nafas cepat Jewel saat dia merengkuh tubuhnya dan menyetubuhinya. Masih butuh waktu … namun dia akan merasa sial jika dia membiarkan Jewel pergi dengan mudah.